File 03 - Kasus : Perawatan Karies Botol Pada Anak

Seorang anak laki-laki bernama Andre, usia 5 tahun dibawa ibunya ke klinik gigi dengan keluhan hampir keseluruhan giginya berlubang dan pada gigi belakang atas sering sakit berulang disertai gusi bengkak sejak 1 tahun lalu. Hasil anamnesa diperoleh, pasien sudah berulang kali ke dokter gigi untuk merawat gigi belakang tersebut namun selalu tidak berhasil karena anak menolak untuk dirawat sehingga anak hanya diberi obat berupa sirup untuk meredakan gusi yang bengkak. Riwayat kesehatan umum anak diperoleh sejak satu tahun belakangan ini, anak sering sakit demem, pilek dan batuk hapir setiap bulan. Riwayat kebersihann gigi anak, mulai menyikat gigi sejak usia 3 tahun dan tidak dilakukan secara teratur. Disamping itu sampai sekarang anak masih minum susu botol sebanyak ± 5 botol/hari, terutama dikonsumsi saat hendak tidur.

Pemeriksaan klinis diperoleh :
Gigi 55 karies mencapai pulpa disertai fistula, pemeriksaan ronsen didapat gigi 55 resorpsi akar 1/3 apikal, radiolusensi terlihat pada ujung akar dan pembentukan benih 15 mencapai 1/3 tengah mahkota.  
Gigi 54,64 karies mencapai dentin di mesio-bukal dan oklusal
Gigi 53 dan 63 kariesn mecapai enamel di mesial dan labial 
Gigi 52,62 karies mencapai dentin di mesial, distal, labial, dan palatal.
Gigi 51,61 karies mencapai pulpa, chlor etyl (-) 
Gigi 65 karies mencapai dentin di mesio-oklusal Gigi 75,74,84,85 karies mecapai dentin di oklusal dan sepertiga servikal bukal.
Bagaimana Perawatan gigi-gigi pada kasus diatas ?

Learning Issue :
  - Tipe karies, etiologi dan DHE (Dental Health Education)
  - Pemeriksaan lengkap pada anak
  - Restorasi gigi pada anak
Karies Botol

A.  PENDAHULUAN
      Masalah gigi berlubang dialami oleh sekitar 85% anak usia 5 tahun ke bawah di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan minum susu botol pada usia akhir balita. Bila tidak segera diatasi, hal itu akan menurunkan kualitas perkembangan anak. Sejauh ini karies gigi masih menjadi masalah kesehatan anak. Masalah karies pada anak ini, sering juga disebut dengan Sindroma Karies Botol (SKB), sering disebabkan oleh gula yang terdapat dalam susu dan sari buah yang kadang diminumkan saat anak menjelang tidur. Bakteri pada plak gigi, seperti Streptococcus mutans, lalu mengubah gula tersebut jadi asam yang merusak hingga menimbulkan kebusukan dan kehancuran gigi. Pengetahuan yang kurang dari ibu tentang penyebab karies botol menyebabkan keadaan ini terlambat untuk dirawat. 
     Kerusakan gigi dimulai segera setelah gigi erupsi yaitu pada gigi rahang atas bagian lingual. Yang membedakannya dengan rampan karies adalah keterlibatan gigi insisivus bawah. Pada karies botol, gigi insisivus bawah tidak terlibat karena gigi bawah jarang terkena air susu kerena dilindungi oleh lidah dan gigi ini relatif imun terhadap karies. Bayi/anak yang masih menyusui sampai usia 18 bulan dianggap mempunyai resiko terjadinya karies, apalagi jika mereka mempunyai kebiasaan diet yang berhubungan dengan makanan yang bersifat kariogenik. Suatu penelitian menunjukkan agar anak berhenti menyusui pada usia 6 bulan. Pada anak-anak yang mengalami karies botol, perawatan harus dilakukan meskipun gigi hanya tinggal akar karena usia pergantian gigi masih lama. Kehilangan yang dini dari gigi susu, mengakibatkan tergangunya pertumbuhan dan perkembangan rahang untuk gigi tetap.
B.  TIPE KARIES ANAK
     Pada kasus diperoleh melalui anamnesa bahwa sampai sekarang anak masih minum susu botol sebanyak lebih kurang 5 botol per hari yang dikonsumsi saat hendak tidur. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis diperoleh hampir semua gigi terkena karies. Gigi yang terkena karies yakni gigi 51, 52, 53, 54, 55, 61, 62, 63, ,64, 65, 74, 75, 84, dan 85. 
     Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis, tipe karies anak pada kasus adalah karies botol. Karies botol pada kasus ini dikategorikan sebagai Severe Early Childhood Caries. Early Childhood Caries diindikasikan pada kasus dimana anak pada usia dibawah 6 tahun memiliki 1 atau lebih gigi yang terkena karies, hilang, atau adanya tambalan. Severe Early Childhood Caries diindikasikan pada anak yang lebih muda pada usia 3-5 tahun telah memiliki lebih banyak gigi yang terkena karies ataupun telah hilang akibat karies tersebut.1 Karies botol pada kasus terjadi akibat cara pemberian susu yang tidak tepat. Pada kasus susu diberi 5 botol setiap hari dan dikonsumsi saat hendak mau tidur. Hal tersebut merupakan cara pemberian susu yang salah oleh orang tua anak tersebut baik dari segi jumlah dan waktu pemberian. 2
     Pola kerusakan gigi pada karies botol biasanya melibatkan gigi insisivus sentralis dan lateralis atas, molar pertama desidui atas dan bawah. Gigi depan bawah biasnya relatif imun terhadap karies karena adanya aktivitas self cleansing. Hal ini sesuai dengan kerusakan gigi pada kasus.

C.  ETIOLOGI
     Etiologi terjadinya karies meliputi 4 faktor utama yaitu : Host, Mikroorganisme, Environment, dan waktu. Kemungkinan terjadinya karies botol pada kasus ini akan dijelaskan berdasarkan faktor tersebut sebagai berikut : 
  1. Host : Gigi -> daerah seperti pit dan fissure, daerah proksimal merupakan daerah yang rentan terkena karies. 
  2. Mikroorganisme : Plak (S.Mutans) yang terbentuk akibat kebersihan mulut anak yang kurang baik yang disebabkan oleh kebiasaan menyikat gigi yang tidak teratur. 
  3. Environment : Diet -> konsumsi susu botol yang terlalu sering dalam satu hari (± 5 botol/hari) dan terutama saat hendak tidur. Susu mengandung sukrosa (karbohidrat) yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk difermentasi. Fermentasi karbohidrat mengakibatkan pH mulut menjadi asam sehingga dapat terjadi demineralisasi.
  4. Waktu : Semakin lama waktu ketiga etiologi di atas saling berkontak, maka semakin besar juga tingkat kerusakan gigi tersebut. Pada kasus pemberian susu saat hendak mau tidur dimana tidak adanya pembersihan setelahnya mengakibatkan mudahnya gigi terserang karies 2
Faktor Predisposisi : 
  • Karies yang tidak dirawat menyebabkan tingginya mikroorganisme dalam rongga mulut -> Penyebab gingivitis -> diobati dengan obat syrup -> obat syrup masuk bersama Mikroorganisme di rongga mulut ke dalam sistem sistemik -> anak menjadi sering sakit-sakitan
  • Obat syrup memperparah karies karena mengandung gula.
D.  PATOGENESIS
     Aliran Saliva pada saat anak tidur -> Berkurang secara signifikan -> diikuti tergenangnya asam dari fermentasi gula dalam larutan manis (susu) -> Bakteri Kariogenik (S. Mutans) akan merubah gula menjadi asam -> asam akan merusak enamel yang kemudian menembus dentin -> Terjadi Karies.. 2
Berikut ini adalah 5 tahap perkembangan dari karies botol, antara lain : 
  1. Inisial : Warna putih, opak pada serviks dan proksimal I atas akibat demineralisasi, rasa sakit (-) 
  2. Karies : Lesi I atas meluas ke dentin dan diskolorisasi, anak mulai mengeluh sakit/ngilu bila minum air dingin, sudah melibatkan M1 atas 
  3. Lesi yang dalam : Lesi I atas meluas ke pulpa, rasa sakit spontan saat malam hari dan saat minum panas atau dingin selama beberapa menit 
  4. Traumatik : terjadi jika perawatan tdk dilakukan, gigi anterior atas rusak parah akibat karies, pulpa I atas nonvital, M bawah pada tahap karies 
  5. Karies terhenti : Semua tahap akan terhenti bila penyebab karies gigi dihilangkan, remineralisasi lesi akan berwarna coklat (belum sampai pada tahap ini) 2
     Berdasarkan tahap perkembangan karies diatas, maka dapat kita simpulkan urutan gigi-gigi yang terlibat dalam karies botol pada kasus ini, yaitu antara lain : Incisivus sentralis atas, Incisivus lateralis atas, Molar atas, molar bawah, dan Caninus atas.
E.  PEMERIKSAAN OBJECKTIF DAN DIAGNOSIS
     Pemeriksaan objektif yang diperlukan untuk menetapkan diagnosa dari gigi-gigi yang terlibat karies tersebut adalah sebagai berikut : 
  1. Tes Sonderen -> Dengan menggunakan sonde, untuk mengukur kedalaman karies. 
  2. Tes Thermal -> Dengan pemberian chlor etyl, untuk mengetahui perluasan karies sudah sampai dentin atau belum. 
  3. Tes Perkusi -> Dengan menggunakan pangkal sonde, untuk mengetahui adanya lesi periapikal. 
  4. Tes Palpasi -> Untuk melihat adanya kelainan pada gigi yang terlibat dan jaringan periodontal sekitarnya. 
  5. Tes Radiografi 2
     Berikut ini akan dibahas pemeriksaan objektif tiap gigi dan diagnosa yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut :
  1. Gigi 55 : Tes sonderen -> Karies mencapai pulpa, Tes thermal (-), Tes Perkusi (+), Tes Palpasi (+), Tes radiografi -> resorpsi akar 1/3 servikal, radiolusensi pada ujung akar dan pembentukan benih 15 mencapai 1/3 tengah mahkota. Diagnosa : K3 – Karies Mencapai pulpa Nonvital disertai dentoalveolar abses kronik 
  2. Gigi 54,64 : Tes Sonderen -> Karies mencapai dentin, tes Thermal (+), Tes perkusi dan Tes palpasi (-). Diagnosa : K2 – Karies mencapai Dentin 
  3. Gigi 53,63 : Tes Sonderen -> Karies mencapai enamel, Tes Thermal (-), Tes perkusi dan Tes Palpasi (-). Diagnosa : K1 – Karies mencapai enamel 
  4. Gigi 52,62 : Tes Sonderen -> Karies mencapai dentin, Tes Thermal (+), Tes Perkusi dan Tes Palpasi (-). Diagnosa : K2 – Karies mencapai dentin 
  5. Gigi 51,61 : Tes Sonderen -> Karies mencapai pulpa, Tes Thermal (-), Tes Perkusi dan Tes Palpasi (-). Diagnosa : K3 – Karies mencapai pulpa Non-vital 
  6. Gigi 65 : Tes Sonderen -> Karies mencapai dentin, tes Thermal (+), Tes perkusi dan Tes palpasi (-). Diagnosa : K2 – Karies mencapai dentin 
  7. Gigi 75,74,84,85 : Tes Sonderen -> Karies mencapai dentin, tes Thermal (+), Tes perkusi dan Tes palpasi (-). Diagnosa : K2 – Karies mencapai dentin
F.  RENCANA TERAPI
     Rencana terapi pada setiap pasien berbeda-beda. Banyak hal yang harus dipertimbangkan agar perawatan yang diberikan oleh dokter gigi dapat optimal dan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diindikasikan. 
     Pada kasus, diketahui bahwa pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang kurang kooperatif, memiliki oral hygiene yang buruk, kebiasaan yang buruk dan resiko tinggi karies. Hal ini menjadi dasar pertimbangan perawatan kasus severe early childhood caries yang dideritanya agar pasien dapat menyelesaikan perawatannya dengan sekali kunjungan dan adekuat. Selain itu, terdapat pula beberapa pertimbangan-pertimbangan khusus terhadap setiap gigi yang akan dirawat. 
a. Gigi 52 dan 62 
Dari pemeriksaan didapat gigi 52 dan 62 menderita karies K-2 mesial, distal, labial dan palatal. Gigi tersebut dapat dirawat dengan Compomer Crown. Dasar pemilihan perawatan ini adalah:
  1. Gigi 52 dan 62 adalah gigi anterior yang membutuhkan estetis.
  2. Bahan compomer crown dapat melepaskan fluor dan lebih kuat dibandingkan RMGIC, karena gigi 52 dan 62 berfungsi untuk memotong makanan. 
  3. Prosedur kerja lebih mudah dibandingkan dengan SSC berjendela untuk anterior 
  4. Indikasi untuk perawatan gigi sulung. (Van Noort, 2002) 
  5. Tidak perlu dietsa terlebih dahulu. 3
b. Gigi 53 dan 63 
Dari pemeriksaan didapat gigi 53 dan 63 menderita karies K-1 mesial dan labial. Gigi tersebut dapat dirawat dengan tumpatan bahan Compomer. Dasar pemilihan perawatan ini adalah: 
  1. Gigi 53 dan 63 adalah gigi anterior yang membutuhkan estetis.
  2. Bahan compomer lebih kuat dibandingkan dengan RMGIC karena gigi 53 dan 63 berfungsi untuk mencabik makanan. 
  3. Bahan compomer dapat melepaskan fluor dan tidak perlu pengetsaan. 
  4. Indikasi untuk perawatan gigi sulung. (Van Noort, 2002) 3
c. Gigi 54 dan 64 
Dari pemeriksaan didapat gigi 53 dan 63 menderita karies K-2 mesio-bukal dan oklusal. Gigi tersebut dapat dirawat dengan Stainless Steel Crown. Dasar pemilihan perawatan ini adalah:
  1. Indikasi untuk gigi yang telah mengalami kerusakan atau karies dengan 3 permukaan atau lebih. (Randall, 2001)
  2. Lebih kuat dibanding semua tumpatan, tahan lama dan tahan korosi karena gigi 54 dan 64 merupakan gigi molar sulung yang mendapat beban pengunyahan yang besar. 
  3. Prosedur lebih mudah, cepat dan tidak memiliki kandungan yang toksik dibandingkan dengan amalgam.
  4. Lebih murah dibandingkan dengan compomer. 3
d. Gigi 65 
Dari pemeriksaan didapat gigi 65 menderita karies K-2 mesio-oklusal. Gigi tersebut dapat dirawat dengan tumpatan bahan Compomer. Dasar pemilihan perawatan ini adalah: 
  1. Karies gigi 65 hanya mengenai 2 permukaan sehingga tidak perlu menggunakan SSC.
  2. Bahan compomer lebih kuat dibandingkan dengan RMGIC karena gigi 65 berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga menahan beban oklusal besar. 
  3. Bahan compomer dapat melepaskan fluor dan tidak perlu pengetsaan. 
  4. Diindikasi untuk perawatan gigi sulung. (Van Noort, 2002) 
  5. Lebih mudah, cepat dan tidak toksik dibandingkan dengan amalgam. 
  6. Tidak ada reaksi galvanis yang dapat terjadi karena 2 bahan yang sama berkontak 3
e. Gigi 75, 74, 84, dan 85 
Dari pemeriksaan didapat gigi 75, 74, 84, dan 85 menderita karies K-2 oklusal dan 1/3 servikal. Perawatannya dapat dilakukan: 
  1. Untuk oklusal, dengan tumpatan bahan Compomer. Dasar pertimbangannya adalah gigi tersebut mendapat beban pengunyahan yang besar sehingga perlu bahan yang kuat. Compomer dapat melepaskan fluor dan tidak perlu pengetsaan, lebih kuat dibandingkan dengan RMGIC ataupun GIC, tidak toksik dan prosedur perawatannya lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan amalgam.
  2. Untuk servikal, dengan tumpatan bahan GIC. Dasar pertimbangannya adalah karena daerah servikal tidak mendapat beban pengunyahan sehingga tidak memerlukan tumpatan yang kuat. Selain itu, daerah servikal memerlukan tumpatan yang dapat melepas dan menyimpan fluoriade karena minuman yang manis seperti susu sering tergenang di daerah servikal gigi tersebut. GIC merupakan bahan yang tepat dan diindikasikan untuk menumpat kavitas di servikal. 3
G.  TAHAPAN KERJA TERAPI
1.  Gigi 54 dengan Stainless Steel Crown 
Sebelum dimulai pemasangan SSC, dilakukan preparasi gigi susu untuk mendapatkan adaptasi, stabilisasi, dan retensi yang baik. Preparasi gigi susu dilakukan dengan tujuan pembuangan jaringan karies, membebaskan titik kontak dengan gigi tetangga dan pengurangan struktur gigi pada seluruh ukuran. 
a. Preparasi gigi posterior 
  • Ukur jarak mesio-distal gigi yang akan dipreparasi untuk pemilihan crown nanti
  • Buang seluruh jaringan karies dengan bur bulat atau ekskavator. 
  • Kurangi permukaan oklusal 1-1,5 mm dengan bur tappered dan tetap mempertahankan bentuk anatomis gigi. 
  • Kurangi permukaan proksimal dengan bur tapperer berkontak dengan gigi pada embrasur bukal atau lingual, membentuk sudut 20º dari vertikal dan ujungnya pada margin gingiva. Sebelumnya, lindungi gigi tetangga dengan prositektor atau steel matrix band. 
  • Kurangi permukaan bukal dan lingual 1-1,5 mm 
  • Bulatkan semua sudut yang terbentuk dan beri perlindungan pulpa bila perlu.
b. Pemilihan ukuran SSC 
  • SSC dipilih dari jarak mesio-distal gigi sebelum dipreparasi tadi.
  • Bila jaraknya tidak dapat diukur, dapat diambil dari jarak gigi tetangga sebelah mesial ke gigi tetangga sebelah distal dari gigi yang dipreparasi, atau dengan mengukur gigi yang kontra lateral pada satu rahang. 
  • Ukuran crown harus cukup besar untuk disisipkan di antara gigi di bawah gingival margin.
c. Adaptasi SSC 
  • Cobakan SSC pada pasien.bila terlau tinggi maka beri tanda agar dapat dipotong sesuai dengan seharusnya agar oklusinya baik dan SSC dapat memasuki sulkus gingiva.
  • Periksa apakah tepi SSC pada proksimal sudah baik. 
  • Bentuk SSC dengan tang crimping atau tang paruh. 
  • Haluskan SSC agar tidak mengiritasi gingiva .
d. Sementasi 
  • Setelah gigi dipreparasi dan SSC telah siap untuk dipasang, bersihkan gigi yang telah dipreparasi
  • Gunakan adhesive semen seperti polikarboksilat, diaduk sampai konsistensinya seperti krim dan dialirkan ke dinding sebelah dalam SSC hingga hampir penuh. 
  • Pasang SSC dari lingual ke bukal, tekan dengan jari sampai posisi yang tepat kemudian minta pasien untuk menggigit. 
  • Bersihkan kelebihan semen, dan periksa kembali adaptasi margin gingiva. 4
2. Gigi 53 dengan Compomer 
  • Anastesi dan pasang isolasi, buang jaringan karies dengan bulat dan bebaskan kontak dengan gigi tetangga
  • Buat lock/retansi di labial dengan perluasan lock kurang dari setengah labial dan terletak horizontal pada sepertiga tengah. Buat bevel pendek (0,5 mm) 
  • Bersihkan kavitas dengan semprotan air dan keringkan dengan kapas. 
  • Pasang matrix band dan wooden wedge di interdental 
  • Tumpat kavitas dengan compomer tanpa etsa selapis demi selapis, isi bagian proksimal terlebih dahulu. Beri penyinaran selama 20 detik pada setiap lapisan dan isi hingga semua kavitas tertumpat. 
  • Rapikan dan polis dengan white stone. Periksa kontak dengan gigi tetangga. 
  • Isolasi dilepaskan, cek kembali dengan dental floss. 4
3. Gigi 65 dengan compomer 
  • Anestesi dan pasang isolasi.
  • Preparasi bagian boks proksimal dimulai dari garis tepi ke arah gingival dengan dinding bukal dan lingual sejajar terhadap kontur gigi. Bebaskan titik kontak. 
  • Preparasi dovetail di oklusal, buang sisa jaringan karies dengan ekskavator tajam atau bur bulat 
  • Membevel dan membuat groove pada garis sudut aksiopulpa 
  • Bila atap pulpa tipis, dapat dilapisi dengan pelindung pulpa 
  • Pasang matrix dan isi kavitas dengan kompomer selapis demi selapis diselingi dengan penyinaran selama 20 detik pada bagian proksimal terlebih dahulu kemudian penuhi kavitas. 
  • Rapikan dan polis dengan white stone. 
  • Cek oklusi dan kontak dengan gigi tetangga dengan dental floss. 4
4. Gigi 75 dengan compomer 
a. Oklusal 
  • Anestesi dan pasang isolasi.
  • Preparasi dovetail di oklusal, buang sisa jaringan karies dengan ekskavator tajam atau bur bulat. 
  • Membevel dan membuat groove pada garis sudut aksiopulpa 
  • Bila atap pulpa tipis, dapat dilapisi dengan pelindung pulpa 
  • Pasang matrix dan isi kavitas dengan kompomer selapis demi selapis diselingi dengan penyinaran selama 20 detik. 
  • Rapikan dan polis dengan white stone. 
  • Cek oklusi dan kontak dengan gigi tetangga dengan dental floss
b. Servikal 
  • Buka daerah karies dengan bur bulat
  • Bentuk kavitas sejajar dengan garis servikal, dasar kavitas atau dinding pulpa konveks sesuai kontur gigi, sudut kavitas membulat. 
  • Retensi mekanik berupa undercut dibuat dengan bur inverted cone pada sekeliling garis tepi kavitas, buat bevel sekeliling tepi kavitas. 
  • Kavitas dibersihkan dan dikeringkan 
  • Tumpat kavitas dengan GIC 
  • Setelah polimerisasi selesai, lakukan pemolisan. 
  • Cek kembali kontak gigi dengan tumpatan menggunakan sonde. 4
H.  DENTAL HEALTH EDUCATION (DHE)
     Agar penyakit tersebut tidak berlanjut pada gigi permanennya maka harus disampaikan beberapa hal baik kepada pasien maupun kepada orang tua pasien. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut : 
  1. Pemberian Asi atau susu botol dianjurkan hanya sampai anak berusia 6 bulan 
  2. Seharusnya untuk anak usia 5 tahun, konsumsi susu botol cukup 1-2 botol/hari dan anak sudah dibatasi penggunaan susu botol sejak usia 2 tahun dan diganti dengan menggunakan gelas. 
  3. Waktu memberi minuman pada anak harus diperhatikan ,anak tidak boleh menghisap botol sambil tiduran apalagi sampai tertidur 
  4. Hindari pemberian gula berlebih 
  5. Ibu harus berperan serta menjaga kebersihan mulut anak dengan mengajarkan anak sikat gigi secara teratur 
  6. Perawatan pada gigi anak harus tetap dilakukan agar tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan rahang.2
 DAFTAR PUSTAKA 
  1. The American Academy of Pediatric Dentistry. Policy on Early Childhood Caries (ECC): Classifications, Consequences, and Preventive Strategies. 2011. <http://www.aapd.org/media/policies_guidelines/p_eccclassifications.pdf> (27 September 2011) 
  2. Bahan Kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Anak. Departemen Pedodonsia. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2011. 
  3. Daniel I. 2009. Biodegradation of Polyacid Modified Composite Resin by Human Salivary Estarases. M.Sc.Thesis. University of Toronto. Toronto, Canada. 
  4. McDonald RE, Avery DR dan Stookey GK. Dental caries in the child and adolescent. In: McDonlad RE & Avery DR. Ed. Dentistry for the child and adolescent. 7th ed. St. Louis: Mosby, 2000:333-7.